Berita

KETEGUHAN AQIDAH SEBAGAI LANDASAN KELUHURAN AKHLAK

Diposting pada: 2 bulan yang lalu

KETEGUHAN AQIDAH SEBAGAI LANDASAN KELUHURAN AKHLAK

Dra. Hj. Iis Sofiah Robiah Adawiyah, M.Pd.

”Keteguhan aqidah merupakan fondasi yang membentuk kepribadian dan perilaku mulia. Ketika seseorang memiliki keyakinan kokoh pada ajaran agama, ia pasti memiliki tujuan hidup jelas, keteguhan hati, serta dorongan untuk berbuat baik dan menjauhi keburukan, yang terwujud dalam akhlak lurus dan mulia. Aqidah sendiri juga merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya semua amalan”. Menurut bahasa (etimologi) kata aqidah berasal dari istilah Arab al-aqdu, yang bermakna “mengikat” atau “menyimpulkan”. Istilah ini juga memiliki arti ar-rabthu (ikatan), al-itsaaqu (mengikat), ats-tsubut (penetapan), dan al-ihkam (penguatan). Dalam konteks ini, aqidah menggambarkan sesuatu yang mengikat erat keyakinan seseorang di dalam hati hingga mengakar dan meresap serta senantiasa dihayati dalam kesadaran beragama. Aqidah menurut istilah (terminologi) yaitu keyakinan teguh dan pasti tanpa ada keraguan sedikit pun bagi orang yang mempercayainya. Ini mencakup keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, serta qada dan qadar. Sebagai dasar keimanan, aqidah berfungsi untuk mengarahkan hidup seorang muslim agar senantiasa berada di jalan yang benar. Aqidah adalah fondasi kehidupan seorang muslim, dimana di atasnya dibangun amalan-amalan, yang menjadi sumber keteguhan dalam menjalankan perintah agama dan menjauhi larangan-Nya. Artinya, bila aqidah ini rusak maka amalan di atasnya juga ikut rusak. Aqidah terhadap amalan bagaikan ruh terhadap jasad seseorang. Nilai sebuah amalan tergantung pada bagus atau tidaknya dasar amalan tersebut. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits: Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu 'anhuma berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‘Islam di bangun di atas lima dasar: bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan’.”(Shahih, HR. Al-Bukhari no. 7 dan Muslim no. 16). Aqidah yang benar adalah aqidah yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aqidah inilah yang menjadi pondasi Islam dan yang menjadi asas diterimanya seluruh amalan. Inilah makna ucapan Al-Imam Asy-Syafi’i ketika beliau menyatakan, “Aku beriman kepada Allah dan (kepada) apa-apa yang diutus-Nya sesuai dengan apa yang dimaukan-Nya”. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ucapan Asy-Syafi’i adalah haq, wajib atas setiap muslim untuk meyakininya. Barangsiapa meyakininya dan tidak melakukan apa-apa yang akan membatalkannya maka sungguh dia telah menempuh jalan keselamatan di dunia dan di akhirat.” Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Ucapan Al-Imam Asy-Syafi’i mengandung keimanan kepada apa yang datang dari Allah di dalam kitab-Nya sesuai dengan apa yang dimaukan-Nya tanpa menambah, mengurangi dan menyelewengkannya.” Asy-Syaikh Ibnu Baz mengatakan: “Telah jelas dengan dalil-dalil syar’i dari Al Qur’an dan As Sunnah bahwa amalan-amalan serta semua ucapan akan sah diterima apabila muncul dari aqidah yang benar. Apabila aqidah tersebut batil maka batal pula seluruh amalan dan ucapan yang dibangun di atasnya. Sebagaimana firman Allah: “Barangsiapa yang mengingkari keimanan maka sungguh telah terhapus amalannya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (Al-Maidah: 5), “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu (bahwa) jika kamu menyekutukan Allah niscaya benar-benar amalmu akan terhapus dan kamu benar-benar termasuk orang-orang yang merugi.”(Az-Zumar: 65) Al Qur’an dan As Sunnah telah menunjukkan bahwa aqidah yang benar adalah aqidah yang terhimpun dan terangkum di dalam rukun iman yaitu beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, kepada hari kiamat, dan kepada takdir Allah yang baik maupun buruk. Perkara enam ini merupakan prinsip-prinsip dasar aqidah benar, yang karenanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan Al Qur’an dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam Akhlak adalah sifat yang tertanam dalan jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran, perencanaan dan pertimbangan terlebih dahulu. Akhlak menduduki peran penting dalam kehidupan manusia, karena menjadi standar nilai bagi suatu bangsa dan menjadi tolok ukur nilai pribadi bagi seseorang. Islam memandang akhlak sangat penting untuk mewujudkan kedamaian dan keselamatan manusia di dunia dan akhirat. Itulah sebabnya Nabi Muhammad SAW diutus untuk memperbaiki akhlak manusia sehingga tercipta ketentraman, sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21). Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa Nabi Muhammad SAW adalah suri tauladan hidup bagi orang-orang yang beriman, bagi mereka yang sempat bertemu langsung dengan Rasulullah SAW, maka cara meneladani Rasulullah dapat mereka lakukan secara langsung. Sedangkan bagi mereka yang tidak sezaman dengan Rasulullah SAW, maka cara meneladani Rasulullah SAW adalah dengan mempelajari, memahami dan mengikuti berbagai petunjuk yang termuat dalam sunnah atau Hadits. Dalam Islam hubungan aqidah dan akhlak memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Pertama, Aqidah merupakan dasar (fondasi) akhlak. Kedua, Akhlak sebagai wujud nyata dari Aqidah, berbentuk sikap dan perilaku. Ketiga, Aqidah yang kuat membentuk dasar perilaku dan moral baik, sementara perilaku baik menjadi tanda kesempurnaan aqidah. Oleh sebab itu, aqidah dan akhlak keduanya tidak dapat dipisahkan, seperti halnya antara jiwa dan raga. Hal ini dipertegas oleh Allah SWT dalam Al-Quran, yang mengemukakan bahwa orangorang yang beriman yang melakukan berbagai amal shaleh akan memperoleh imbalan pahala disisi-Nya. Dia akan dimasukkan ke dalam surga Firdaus. Penegasan ini dikemukakan dalam firman Allah SWT. sebagai berikut:“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya” (QS. Al-Kahfi: 107-108). Firman Allah tersebut di atas menjelaskan betapa pentingnya aqidah dan akhlak, dengan keterpaduan keduanya seseorang akan memperoleh pahala yang besar disisi Allah dengan jaminan surga Firdaus. Hubungan aqidah dan akhlak ini tercermin dalam pernyataan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Abu Hurairah yang artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW. bersabda, ‘orang mukmin yang sempurna imannya ialah yang terbaik budi pekertinya’”. Sebagai penguatan, Aqidah dan akhlak merupakan dua hal yang tidak bisa terpisah satu dengan yang lainnya. Aqidah adalah gudang akhlak yang kokoh, yang mampu menciptakan kesadaran diri bagi manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sedangkan akhlak sebagai sistem etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai agama. Akhlak dalam pandangan Islam harus berpijak pada keimanan. Iman tidak cukup hanya disimpan dalam hati, namun harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak luhur dan mulia. Aqidah erat hubungannya dengan akhlak, karena akhlak tersarikan dari aqidah dan pancaran diri. Oleh karena itu jika seorang beraqidah benar, maka akhlaknya pun benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah, maka akhlaknya pun salah. Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu melahirkan perangai mulia, dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Aqidah tanpa akhlak seumpama pohon yang tidak bisa dijadikan tempat berlindung saat kepanasan, dan tidak pula bisa dipetik buahnya. Sebaliknya akhlak tanpa aqidah hanya merupakan sebuah layang-layang putus yang bergerak bebas tanpa arah dan tujuan. Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian serius terhadap akhlak. Karena kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Seperti sabda Rasulullah Saw., “Orang mukmin yang paling sempurna ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim) Akhlak tidak hanya sekadar perilaku, tetapi juga merupakan perwujudan nyata dari keimanan yang tertanam dalam hati, menunjukkan kualitas hubungan seseorang dengan Allah SWT dan sesama makhluk, sehingga akhlak menjadi cerminan iman, dibimbing oleh Al-Qur'an serta Sunnah Nabi Muhammad SAW, yang bertujuan membentuk kepribadian mulia, amanah, jujur, sabar, rendah hati, toleransi, dan menciptakan keharmonisan dalam hidup, yang pada akhirnya menciptakan keharmonisan sosial dan meningkatkan kualitas hidup. Akidah kokoh dan kuat mendorong seseorang memiliki akhlak terpuji untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi). Sumber akhlak itu sendiri diantaranya: pertama, Ilahiyah yaitu Al-Qur'an (berisi firman Allah SWT) dan Sunnah (perkataan, perbuatan, ketetapan, rencana, dan kepribadian Nabi SAW). Kedua, Insaniyah yaitu al-Aqal as-Salim (fikiran, nalar yang bersih dan jernih), Qalbun Salim (perasaan dan emosi), dan kesadaran manusia beriman. Dari penjelasan di atas, dapat dimengerti bahwa akidah merupakan pedoman hidup dan penentu akhlak manusia. Sebagai pedoman hidup yang menjadi landasan seluruh bangunan aktivitas manusia berupa akhlak, maka pondasi itu harus teguh, kokoh dan kuat karena berperan sebagai energi penggerak yang membentuk keluhuran dan kemuliaan. Dengan akidah yang kokoh, seorang muslim pasti memiliki tujuan hidup yang jelas, keteguhan hati, tidak mudah putus asa, dan mampu menerapkan nilai-nilai etika dan moral seperti kejujuran, rendah hati, amanah, sabar, dan tangguh dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.


Berita Lainnya

MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI DALAM BERDAKWAH  MELALUI PUBLIC SPEAKING
MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI DALAM BERDAKWAH MELALUI PUBLIC SPEAKING

2 bulan yang lalu

Oleh: Dra. Hj. Iis Sofiah Robiah Adawiyah, M.Pd.

Public speaking adalah keterampilan komunikasi lisan yang melibatkan penyampaian pesan sec...

KETEGUHAN AQIDAH SEBAGAI LANDASAN KELUHURAN AKHLAK
KETEGUHAN AQIDAH SEBAGAI LANDASAN KELUHURAN AKHLAK

2 bulan yang lalu

Dra. Hj. Iis Sofiah Robiah Adawiyah, M.Pd.

”Keteguhan aqidah merupakan fondasi yang membentuk kepribadian dan perilaku mulia. Ketika sese...

RAHASIA TULISAN TANGAN DALAM MENGUNGKAPKAN KEPRIBADIAN
RAHASIA TULISAN TANGAN DALAM MENGUNGKAPKAN KEPRIBADIAN

2 bulan yang lalu

Oleh: Dra. Hj. Iis Sofiah Robiah Adawiyah, M.Pd.

Ketergantungan pada gawai seperti komputer, laptop, tablet, dan ponsel membuat keyboard da...

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS BAGI MUBALIGH
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS BAGI MUBALIGH

1 tahun yang lalu

Oleh: Dra. Hj. Iis Sofiah Robiah Adawiyah, M.Pd.

Kemampuan menulis (wrting skill) sangat penting bagi para mubaligh. Selain bisa m...


a